Serunya Pawai Ogoh-Ogoh Di Kota Semarang
Poros Nasional. Pawai Ogoh-Ogoh Selalu identik Pulau Bali yang selalu diselenggarakan sebelum Hari Raya Nyepi selama beragama Hindu. Seiring berjalannya waktu, Pawai Ogoh-Ogoh juga digelar oleh umar beragama Hindu yang berada di daerah lain. Salah satunya adalah Kota Semarang. Pawai Ogoh-Ogoh sudah digelar sebanyak tujuh kali. Pawai Ogoh-Ogoh di Kota Semarang sedikit berbeda dengan Pawai Ogoh-Ogoh yang ada di Bali. Namun, kedua pawai ini memiliki tujuan yang sama, yaitu mengusir roh jahat.
Satu jam sebelum acara Pawai Ogoh-Ogoh dimulai, Kota Semarang diguyur hujan deras. Hal itu menyebabkan beberapa proses di Kota Semarang. Aku yang merencanakan untuk memulai, aku harus bersiap untuk hujan reda. Sesuai jadwal, Pawai Ogoh-Ogoh memulai pada pukul 14:00 sampai pukul 17:00. Sekitar pukul 14:00, hujan mulai reda. Aku langsung memacu motorku menuju kawasan Nol Kilometer Kota Semarang. Berharap acara belum dimulai. Namun, ternyata sepanjang perjalanan pawai telah diluncurkan oleh masyarakat yang sangat antusias untuk menonton pawai.
Aku sempurna untuk mengejar rombongan pawai. Ini merupakan pengalaman pertamaku melihat Pawai Ogoh-Ogoh secara langsung. Dalam perjalanan itu, aku bertemu dengan beberapa temanku yang juga sedang mempelajari foto Pawai Ogoh-Ogoh. Selain Pawai Ogoh-Ogoh, acara ini merupakan acara Karnaval Seni Budaya Lintas Agama. Tidak diikuti oleh orang Hindu, tapi juga agama lain. Acara Pawai Ogoh-Ogoh ini didukung oleh Disbudpar Kota Semarang dan Kementrian Pariwisata.
Ogoh-Ogoh Karakter wujud kepribadian Bhuta Kala. Yang berarti kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tidak terukur dan terbantahkan. Biasanya Bhuta Kala diwujudkan dalam bentuk raksasa yang besar dan menakutkan. Oyaa, nama Ogoh-Ogoh berasal dari bahasa Bali, yaitu Ogah-Ogah yang berarti mengguncang dan representasi yang perlu dijauhkan dari manusia. Di Pulau Bali, Pawai Ogoh-Ogoh selalu rutin dilakukan menjelang Hari Raya Nyepi dengan tujuan untuk mengusir roh jahat dengan cara diarak dan kemudian dibakar. Jumlah Ogoh-Ogoh yang diarak cukup banyak dan bentuknya beraneka ragam.
Di Pawai Ogoh-Ogoh ini, patung yang terdiri dari tiga jenis. Yaitu Bhuta Kala Cula, Bhuta Kala Rahwana, dan Nara Singa. Patung-patung ini diarak oleh belasan orang sepanjang Jalan Pemuda. Mulai dari Titik Nol Kota Semarang menuju kawasan Balaikota Semarang. Berbeda dengan Pawai Ogoh-Ogoh di Pulau Bali, pawai di Kota Semarang setelah Hari Raya Nyepi. Tujuannya juga untuk mengusir roh jahat dan sekaligus sebagai media untuk menjaga kerukunan antar agama dan masyarakat.
Acara pawai juga dimeriahkan dengan penampilan drama sendratari dengan lakon Rahwana Galau yang dibawakan oleh sanggar tari Saraswati. Judul lakon memang dibuat lebih kekinian, tapi alur cerita tidak jauh dengan Rahwana yang menculik Dewi Sinta. Berbeda dengan alur cerita yang dibawakan oleh Mbah Tejo (Presiden Republik Jancukers). Kalau menurut Mbah Tejo, Rahwana itu tidak pernah menculik Dewi Sinta.
Namun, Dewi Sinta-lah yang ingin diculik oleh Rahwana karena Dewi Sinta merasa bosan dengan Rama yang begitu baik. Sedangkan Rahwana terlihat lebih sangar dan bad boy. Jadi Dewi Sinta juga ingin merasakan kehidupan bersama Rahwana yang begitu berbeda dengan Rama. Kehidupan yang penuh warna dan jauh dari kebosanan yang ingin dinikmati oleh Sinta bercampur hidup bersama Rahwana. Cerita-cerita tentang Rahwana dan Dewi Sinta dalam versi Mbah Tedjo bisa dibaca di novel Rahvayana: Aku Lala Padamu.
Hari mulai beranjak petang. Sebuah pesan di smartphone menyapaku. Sebuah pesan dari dia. Dia meminta tolong untuk masuk ke rumah sakit karena tidak enak badan. Aku berlari pergi meninggalkan kawasan Balaikota, meskipun acara belum selesai. Kemudian meluncur menuju rumah. Rumah yang selalu teduh dan tersenyum melimpahkan setiap kedatanganku. Hai Kamu, semoga lekas sembuh.
Satu jam sebelum acara Pawai Ogoh-Ogoh dimulai, Kota Semarang diguyur hujan deras. Hal itu menyebabkan beberapa proses di Kota Semarang. Aku yang merencanakan untuk memulai, aku harus bersiap untuk hujan reda. Sesuai jadwal, Pawai Ogoh-Ogoh memulai pada pukul 14:00 sampai pukul 17:00. Sekitar pukul 14:00, hujan mulai reda. Aku langsung memacu motorku menuju kawasan Nol Kilometer Kota Semarang. Berharap acara belum dimulai. Namun, ternyata sepanjang perjalanan pawai telah diluncurkan oleh masyarakat yang sangat antusias untuk menonton pawai.
Aku sempurna untuk mengejar rombongan pawai. Ini merupakan pengalaman pertamaku melihat Pawai Ogoh-Ogoh secara langsung. Dalam perjalanan itu, aku bertemu dengan beberapa temanku yang juga sedang mempelajari foto Pawai Ogoh-Ogoh. Selain Pawai Ogoh-Ogoh, acara ini merupakan acara Karnaval Seni Budaya Lintas Agama. Tidak diikuti oleh orang Hindu, tapi juga agama lain. Acara Pawai Ogoh-Ogoh ini didukung oleh Disbudpar Kota Semarang dan Kementrian Pariwisata.
Ogoh-Ogoh Karakter wujud kepribadian Bhuta Kala. Yang berarti kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tidak terukur dan terbantahkan. Biasanya Bhuta Kala diwujudkan dalam bentuk raksasa yang besar dan menakutkan. Oyaa, nama Ogoh-Ogoh berasal dari bahasa Bali, yaitu Ogah-Ogah yang berarti mengguncang dan representasi yang perlu dijauhkan dari manusia. Di Pulau Bali, Pawai Ogoh-Ogoh selalu rutin dilakukan menjelang Hari Raya Nyepi dengan tujuan untuk mengusir roh jahat dengan cara diarak dan kemudian dibakar. Jumlah Ogoh-Ogoh yang diarak cukup banyak dan bentuknya beraneka ragam.
Di Pawai Ogoh-Ogoh ini, patung yang terdiri dari tiga jenis. Yaitu Bhuta Kala Cula, Bhuta Kala Rahwana, dan Nara Singa. Patung-patung ini diarak oleh belasan orang sepanjang Jalan Pemuda. Mulai dari Titik Nol Kota Semarang menuju kawasan Balaikota Semarang. Berbeda dengan Pawai Ogoh-Ogoh di Pulau Bali, pawai di Kota Semarang setelah Hari Raya Nyepi. Tujuannya juga untuk mengusir roh jahat dan sekaligus sebagai media untuk menjaga kerukunan antar agama dan masyarakat.
Acara pawai juga dimeriahkan dengan penampilan drama sendratari dengan lakon Rahwana Galau yang dibawakan oleh sanggar tari Saraswati. Judul lakon memang dibuat lebih kekinian, tapi alur cerita tidak jauh dengan Rahwana yang menculik Dewi Sinta. Berbeda dengan alur cerita yang dibawakan oleh Mbah Tejo (Presiden Republik Jancukers). Kalau menurut Mbah Tejo, Rahwana itu tidak pernah menculik Dewi Sinta.
Namun, Dewi Sinta-lah yang ingin diculik oleh Rahwana karena Dewi Sinta merasa bosan dengan Rama yang begitu baik. Sedangkan Rahwana terlihat lebih sangar dan bad boy. Jadi Dewi Sinta juga ingin merasakan kehidupan bersama Rahwana yang begitu berbeda dengan Rama. Kehidupan yang penuh warna dan jauh dari kebosanan yang ingin dinikmati oleh Sinta bercampur hidup bersama Rahwana. Cerita-cerita tentang Rahwana dan Dewi Sinta dalam versi Mbah Tedjo bisa dibaca di novel Rahvayana: Aku Lala Padamu.
Hari mulai beranjak petang. Sebuah pesan di smartphone menyapaku. Sebuah pesan dari dia. Dia meminta tolong untuk masuk ke rumah sakit karena tidak enak badan. Aku berlari pergi meninggalkan kawasan Balaikota, meskipun acara belum selesai. Kemudian meluncur menuju rumah. Rumah yang selalu teduh dan tersenyum melimpahkan setiap kedatanganku. Hai Kamu, semoga lekas sembuh.
Comments
Post a Comment